Minggu, 16 September 2007

FIQIH HUMAS GERAKAN

Siapa yang tidak kenal Al-Jazeera di dunia pemberitaan? Saya kira, nama ini pasca “Tragedi 9/11” cukup akrab di telinga para wartawan dan aktivis pergerakan. Stasiun televisi yang terletak di Doha, Qatar, ini kerap mengungkap pemberitaan yang cukup mengimbangi reportase media massa Barat dalam berbagai kasus Dunia Islam. Terlebih, stasiun televisi ini sering mempublikasikan keberadaan dan wawancara ‘The Most Wonted’ Osama bin Laden yang membuat para penguasa AS berang. Di luar dugaan, setelah dilacak ternyata Al-Jazeera yang menghebohkan itu adalah stasiun televisi kecil, kantornya pun sederhana.
Apa yang membuat istimewa dari Al-Jazeera sehingga meresahkan Barat? Salah satunya adalah jaringan. Begitu juga, mengapa komunitas Barat yang besar itu pun cukup takut dengan masih hidupnya Osama bin Laden, sehingga mereka begitu semangat menghabiskan dana melobby sana sini, menyelenggarakan konferensi internasional dan aliansi untuk ’sekedar’ mendefinisikan dan merumuskan kerangka kerja penangkapan para ’teroris’ jaringan Osama itu? Jawabanya masih di Jaringan. Jaringanlah yang membuat seseorang atau organisasi terasa lebih besar. Semakin luas dan kuat jaringan sebuah pergerakan maka semakin kokoh pula daya dukungan pergerakan tersebut. Dalam konteks pergerakan KAMMI, Hubungan Masyarakat (Humas) merupakan kunci jejaringan itu.
* * *

Tulisan ini sedikit memberikan sumbangsih mengenai fiqh kehumasan sebuah gerakan. Tepatnya mengelaborasi beberapa taujih (petunjuk) Rabbani yang berkenaan dengan kehumasan yang terdapat di dalam al-Qur’an. Namun, dalam tulisan ini saya memaknai humas dalam dua dimensi: Bidang Kehumasan dan juga spirit kehumasan kader dan pengurus. Keduanya dibahasa secara berbaur, sehingga tidak ada demarkasi antara siapa yang melakukan apa, tapi semua bekerja dengan kesadaran yang sama. Sebab masalah kebidangan hanya masalah siapa yang diamanahi secara struktural, tapi tanggung jawab berhubungan dengan elemen masyarakat adalah tanggung jawab semua.
Terlepas dari pembedaan istilah mana tepat antara Humas dan PR (Public Releation), humas yang saya maksud adalah mereka yang bekerja dalam tiga paradigma kerja: positive image building (pencitraan), networking (jejaring), dan jurnalisme.
Di dalam al-Qur’an, tiga paradigma kerja humas tersebut terintegrasi dalam satu spirit, visi dan misi, yakni kemenangan Dakwah. Kerja-kerja pencitraan, penjaringan, dan jurnalisme akan memiliki elan vital jika ditopang dan berawal dari kekuatan dasar ideologinya. Tanpa spirit ini, kerja-kerja kehumasan terasa tanpa ruh dan tampak berjalan sendiri-sendiri tanpa ada sambungan dan keterkaitan satu dengan lainnya. Jika hal ini tidak diresapi oleh kader dan pengurus yang diamanahi akan berdampak pada kelunturan energi dakwah gerakan tersebut.

Pencitraan a la Nabi Yusuf a.s
Surat Yusuf, menurut Amru Khalid, penulis buku Pesona Al-Qur’an, menggambarkan sosok Nabi Yusuf bukan sebagai nabi, tapi manusia biasa. Penjelasan mengenai kenabiannya justru diungkap di surat yang lain. Hikmah yang terkandung dari ilustrasi demikian, bagi kita, adalah bahwa dinamika Yusuf adalah problem yang dapat dipecahkan secara manusiawi, tanpa harus menunggu wahyu turun kembali ke bumi.

Satu kasus yang terkenal adalah fitnah wanita yang mengakibatkan dia masuk ke bui. Penjara adalah pilihan sadar Yusuf dari pada harus hidup di istana megah. Dari sini kemudian, beliau banyak berkontribusi memecahkan berbagai kasus, termasuk teka-teki mimpi Raja Mesir ketika itu. Al-kisah, setelah kasusnya terpecahkan melalui jawaban yang dititipkan pada utusan raja, Yusuf pun dipanggil menghadap Raja. Yusuf tahu, Raja amat membutuhkan orang yang dapat menjalankan grand program-nya sebagai antisipasi atas nasib sebuah bangsa selama 14 tahun di masa depan. Tapi Yusuf sadar, pengalamannya dijebloskan ke penjara menyisakan imej negatif di masyarakat yang akan menghalangi kelancaran kerja kenegaraan dan dakwahnya kelak. Karena itu beliau meminta citranya dibersihkan. Al-Qur’an merekam kejadian ini dengan memukau, bahwa kesalahan yang menyebabkan dia masuk ke penjara bukanlah kesalahan dirinya. Pengakuan ini diberikan oleh masyarakat bukan dari Yusuf. Citra Yusuf sudah positif, karena dirinya sendiri sejak semula telah menjaga nilai kebaikan itu.

Raja berkata: "Bawalah dia kepadaku." Maka tatkala utusan itu datang kepada Yusuf, berkatalah Yusuf: "Kembalilah kepada tuanmu dan tanyakanlah kepadanya bagaimana halnya wanita-wanita yang telah melukai tangannya. Sesungguhnya Tuhanku, Maha Mengetahui tipu daya mereka."
Raja berkata (kepada wanita-wanita itu): "Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?" Mereka berkata: "Maha Sempurna Allah, kami tiada mengetahui sesuatu keburukan dari padanya". Berkata isteri Al Aziz: "Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar."
(Yusuf berkata): "Yang demikian itu agar dia (Al Aziz) mengetahui bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya Allah tidak meridhai tipu daya orang-orang yang berkhianat.
(QS. Yusuf: 50-52)

Membangun citra positif gerakan menuntut kita untuk konsisten dengan nilai baik yang dibawa gerakan tersebut. Untuk memperoleh daya dukung lebih, citra positif tidak cukup dengan tampil baik dan elegan semata, gerakan pun harus proaktif membangun citra yang diterima masyarakat luas.

Networking di Surat Yasin
Mari kita tadabburi sejenak ayat-ayat 13-21 surah Yasin ini:

Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri ketika utusan-utusan datang kepada mereka. (13) (yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata: "Sesungguhnya kami adalah orang-orang diutus kepadamu". (14)
Mereka menjawab: "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka". (15)
Mereka berkata: "Tuhan kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu". (16) Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas". (17)
Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami". (18)
Utusan-utusan itu berkata: "Kemalangan kamu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib malang)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampui batas". (19)
Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas-gegas ia berkata: "Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu". (20) Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (21)

Fragmen seorang lelaki yang bergegas dari ujung kota menunjukkan bahwa dakwah yang disampaikan oleh para utusan (nabi) tersebut sudah masuk dan terdengar ke pelosok-pelosok negeri, tetapi Dakwah di pusat perkotaan sendiri tidak cukup masif diterima—karena harus diuji validitas kerasulannya—padahal Allah telah memperkuat barisan dakwah dengan mengutus tiga Rasulullah. Seakan terdapat isyarat fenomena sosial bahwa kebenaran dakwah yang diserukan oleh ’internal’ utusan/gerakan tidak cukup kuat jika tidak didukung oleh kekuatan jaringan masyarakat/tokoh dari pihak mereka yang didakwahi.

Jurnalisme Investigatif Hudhud
Burung Hud-hud adalah bagian dari ‘pegawai’ kerajaan Nabi Sulaiman. Sempat ketika Sulaiman mengadakan koordinasi kerajaan, Beliau mengecek terlebih dahulu para pengurus kerajaan. Satu per satu diabsen. Dan ketika Beliau memanggil Hudhud, tidak ada yang menyahut. Sulaiman pun marah, karena ada stafnya yang indisipliner. Kejadian ini termaktub di dalam surah An-Naml:

Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata: "Mengapa aku tidak melihat Hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir. Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang". (QS. An-Naml: 20-21)

Namun ternyata ketidakhadiran Hud-hud, sebagai burung informan Nabi Sulaiman, justru ia tengah bekerja dalam bingkai dakwah juga di luar jam kerjanya. Hud-hud tengah melakukan jurnalisme investigatif, sebagaimana diceritakan di dalam ayat berikutnya:

Maka tidak lama kemudian (datanglah Hud-hud), lalu ia berkata: "Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang meyakinkan. (22)

Berikut hasil reportasenya:

Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita (Balqis) yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar. Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk, agar mereka tidak menyembah Allah Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan Yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. (23-25)

Hasil repotase ini diungkapkan dengan teliti dan penuh kekaguman, namun Hud-hud sadar dirinya juga sebagai da’i yang membawa misi dakwah tauhid, maka kekagumannya ditepis bahwa yang memiliki singgasana yang besar adalah Allah semata, dengan berita penutup:

Allah, tiada Tuhan Yang disembah kecuali Dia, Tuhan Yang mempunyai 'Arsy yang besar". (26)

Pengalaman Hud-hud di atas merupakan pelajaran berharga yang dapat kita terapkan dalam gerakan dakwah kita saat ini. Pertama, setiap prajurit dakwah adalah da’i yang membawa semangat dakwah tauhid. Kedua, setiap da’i bekerja untuk selalu up to date terhadap realitas medan dakwahnya. Ketiga, jiwa dan pikiran seorang aktivis pergerakan tersimpul dalam kata proaktif. Keempat, karena kita beramal jama’i, maka seorang staf harus selalu koordinasi dengan mas’ulnya, melaporkan hasil tugasnya, mas’ul pun demikian, bekerja sebagai pemimpinnya (QS. An-Naml: 27-28).

Menjadi Humas Progresif
Bekerja sebagai bagian dari PR atau Humas adalah pekerjaan yang menyenangkan. Selain diri kita terlatih untuk dapat membangun porfermance yang baik, juga kita dapat membangun relasi yang luas. Silaturrahim, kata Rasulullah, dapat memperpanjang usia dan memperbanyak rezeki. Memang sabda ini benar adanya. Usia misi hidup kita menjadi panjang walaupun kita sudah tiada. Usia karya hidup kita pun akan lebih lama karena pintu-pintu kebaikan yang kita buka bagi kolektivitas gerakan kita karena kemudian akan dilanjutkan generasi berikutnya. Oleh karena itu, tiada kata putus asa dengan pekerjaan ini, yang tersisa hanyalah satu: progresivitas. Barang siapa yang aktif maka sebenarnya ia tengah menyiapkan tempat yang menyenangkan bagi dirinya...ujar al-Qur’an (faman ’amila shalihan fali-anfusihim yamhadun)

Setidaknya ada tiga hal yang menjadikan kehumasan kita menjadi Humas yang Progresif. Berikut Trend PR yang sekarang tengah berkembang:

  • Berpikir Holisitik-Integralistik
    Ada dua makna yang dimaksud dengan berpikir holisitik dan integralistik. Pertama, Humas gerakan harus memahami visi dan misi gerakan secara menyeluruh, bahkan menjiwainya lebih mendalam. Dalam hal ini juga, seorang kader Humas harus up to date terhadap program kerja yang tengah dilakukan bidang-bidang yang lain, sehingga tidak terjadi gagap informasi internal ketika ditanya orang lain.
    Kedua, dari misi gerakan ke stakeholders gerakan. Maksudnya, Humas harus mampu menerjemahkan berbagai kehendak gerakan sesuai dengan keinginan publik atau stakeholder. Di antara keduanya mungkin terjadi kontradiksi, nah kerja humas adalah mengkomunikasikannya dengan kreatif. Gerakan yang kekeh tapi tidak memiliki kepekaan sosial alih-alih akan diasingkan masyarakat.

  • Bekerja sebagai Strategic Tools
    Yang dimaksud dengan ‘alat strategis’ di sini bahwa Humas harus bekerja sebagai pekerja ahli yang mengatasi segala persoalan gerakan. Ketahuilah bahwa Humas adalah tangan kanan pemimpin gerakan, yang karenanya selalu mewakili pemimpin dalam berbagai persoalan, terutama menyangkut kebutuhan eksternal. Oleh karena itu, kader yang ada di Humas harus menyadari akan posisi strategis dirinya yang membawa peran signifikan.

  • Cendekiawan PR Kreatif
  1. Dari Gagasan ke Media Tulis
    Menjadi Humas gerakan merupakan kesempatan berharga untuk mengaktualisasikan potensi kecendikiawanan. Humas harus terlatih untuk menuliskan reportase, statement/ pernyataan sikap gerakan, ulasan kasus, wawanacara Ketua Umum/Sekjen/Bidang terkait, dan ide-ide brilian anda. Sosialisasi gagasan/wacana yang dimiliki gerakan akan lebih dinamis jika ditopang oleh Humas yang terlatih meramu gagasan menjadi tulisan yang dapat dibaca dan ‘dicicipi’ orang lain.

  2. Dari Tulisan ke Media Visual
    Jhon Naisbitt, seorang futurolog terkenal penulis Megatrend 2000 di tahun ’90-an, di buku terbarunya, Mind Set (2007), mengatakan bahwa masa depan terletak di masa kini. Menurutnya, tren budaya masa depan lebih didominasi oleh tren visual. Buku novel tebal yang memuat ribuan kata akan diambil alih oleh fragmen visual beberapa menit. Begitu juga rancang bangun rumah masa depan adalah rancang bangun yang visualistik (kreatif) tidak semata kubus atau berbaris rapi. Di sini Humas harus lebih kreatif untuk mendokumenkan berbagai gagasan, acara, promosi gerakan, dll, secara digital, visualis, dan kreatif. Begitu juga dalam mengemas gagasan ideologi gerakan.

  3. Dari Media ke Performance Pribadi
    Selain kreativitas karya-karya kehumasan, secara pribadi pun seorang Humas harus tampil terampil dalam pribadinya. Humas dapat bekerja dengan berbagai performance, sesuai perannya: PR itu sendiri, reporter, dokumenter, atau mewakili bidang lain.
Bentuk-bentuk Komunikasi Qur’ani
Sebagai seorang Humas bagi sebuah gerakan politik mahasiswa yang bernapaskan dakwah, perlu juga menguasai performance komunikasi qur’ani berikut ini:

Ø Qoulan Kariman (komunikasi yang mulia)
Bentuk komunikasi kariman ini ditujukan pada generasi yang berinteraksi dengan orang tuanya. Generasi yang lebih tua dan lebih dahulu mengenyam pengalaman adalah tempat kita untuk menyerap berbagai pengetahuan dan ilmu kehidupannya. Sebagai seorang kader dakwah, tugas utamanya adalah banyak belajar pada para pakar/tokoh sezaman yang masih hidup di zamannya.

Ø Qoulan Layyinan (komunikasi yang lembut)
Di dalam Al-Qur’an, kalimah ini digunakan ketika Allah memerintahkan Musa agar menemui Fir’aun dengan bahasa yang layyin. Komunikasi seperti ini adalah teknik diplomasi gerakan profetik mengkomunikasikan pesan gerakkannya pada penguasa.

Ø Qoulan Maisuran (komunikasi yang memudahkan)
Perkataan yang memudahkan merupakan sarana penyampaian gagasan besar secara sederhana, gagasan rumit lebih mudah dicerna, dan ide teoritis jadi aplikatif. Tingkat berpikir masyarakat yang berbeda-beda, terkadang jadi kendala gerakan. pola komunikasi yang memudahkan ini merupakan langkah terjadinya salah persepsi publik.

Ø Qoulan Ma’rufan (komunikasi yang tegas)
Ada bahasa logika, ada pula bahasa perasaan. Kedua-duanya terkadang tidak singkron. Tapi yang disebut kebenaran tidak bisa berbunyi jika tidak diungkapkan dengan bahasa yang tegas.

Ø Qoulan Sadidan (komunikasi yang jujur)
Ayatnya berkenaan dengan proses alih generasi. Kekhawatiran kita akan kelemahan generasi pelanjut, disarankan al-Qur’an agar bertakwa dan selalu berkomunikasi yang jujur. Kejujuran dalam konteks kehumasan amat penting. Jika sebuah gerakan mengungkap data-data yang tidak valid bisa terjebak kebohongan publik, sekalipun logikanya benar.

Ø Qoulan Balighan (komunikasi yang sampai ke pikiran dan menyentuh hati)
Sebuah idealisme terkadang sampai pada sekelompok atau seseorang dengan bentuk verbal. Maka tugas gerakan adalah melakukan verbalisasi ide-ide ataupun peliputannya. Dan terkadang, sebuah idealisme atau fakta dapat diterima jika dirancang secara kreatif dan menyentuh. Maka tugas gerakan adalah memformulasikan dengan tepat dan menarik.
Keenam bentuk komunikasi dalam al-Qur’an ini di lapangan dapat berbaur secara terpadu, tinggal bagaimana kita lincah menggunakannya.

Catatan:
Sebagai gerakan dakwah tampilan gerakan harus mencerminkan muatan nilai dan moral, termasuk dalam aksi jalanan. Protes adalah hal yang wajar karena bagian implementasi dari Tauhid Sosial dan agar terhindar dari penyesalan di akhirat. (QS. Al-Ahzab: 67-68)
Yang perlu dijaga adalah etikanya, sehingga jika pun harus aksi jalanan yang dituju bukan pada personalnya tetapi tindakannya. (QS. An-Nisa’: 148)
Juga tidak pula menyentuh hal-hal yang sensitif di masyarakat, seperti yang dilansir surah Al-An’am: 108, yang berbunyi:

Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.

Etika Jaringan
Adalah surat al-Hujurat yang menjelaskan fakta sosial bahwa manusia itu berkamar-kamar. Mereka memiliki ruang komunikasi sendiri yang terinstitusi, terlembagakan, bahkan memiliki hak privasi tersendiri, seperti kalangan tokoh. Dengan demikian Peran Humas dalam hal ini adalah membangun jaringan dengan beberapa etika yang diisyaratkan al-Qur’an berikut ini:
a. Tidak (sok) lebih tahu dari pakarnya
Pada prinsipnya seorang Humas ketika memperluas jaringan dalam konteks memberi dan menerima. Memiliki jaringan dengan seorang pakar atau sebuah institusi, etika harus dijaga salah satunya tidak mendahului mereka yang lebih ahli. (1)

b. Menjaga intonasi suara agar tidak menyakitkan
Terkadang ada pihak-pihak tertentu yang menyukai kawan bicaranya tegas, tapi lain pihak lembut dan tenang. (2-3)

c. Lebih etis melalui jalur depan
Biasanya jalur belakang lebih cepat, tapi jalur depan pun menunjukkan tingkat gentle kita. (4)

d. Klarifikatif
Aktivis gerakan Islam jangan mudah termakan berita. Fungsi klarifikasi harus lebih dikedepankan jika mendapat informasi penting, tidak reaktif dan sporadis. Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (6)

e. Memiliki MoU yang jelas
Kesepakatan di antara dua institusi atau dengan kalangan tokoh dalam beberapa momentum perlu kejelasan kontrak. Seperti kasus reformasi yang menggait tokoh atau pilihan bupati dalam pilkada, kontrak politik harus jelas agar tidak ada efek samping. Namun demikian ukhuwah lebih utama dari yang lainnya. (9-10)

f. Tidak saling merendahkan
Jaringan yang kita bangun bukan jaringan yang sekedar say hallo, tapi jaringan yang bersifat permanen dan memiliki arti signifikan dalam kemenangan dakwah, maka jangan menganggap remeh orang lain. (11)

g. Positive Thinking
Mengghibah selain berdosa, juga membawa efek sosial yang tidak baik. Berpikir positif dan klarifikatif lebih baik dari pada membicarakannya di belakang. (12)

h. Memahami pluralitas dan multikulturalisme
Keragaman gerakan dan realitas sosial politik kita ikut memantik kearifan multikultural kita. Namun demikian tujuan dakwah adalah yang utama. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (13)
* * *
Demikian sekilas tentang Fiqih Humas Gerakan. Penggunaan istilah Fiqih ini bukanlah ajaran fiqih baru yang selama ini kita maknai fiqh sebagai ilmu hukum agama, melainkan pada pemahamannya. Para ulama menyebutnya al-fiqh adalah al-fahmud-daqiq (pemahaman yang mendalam). Pemahaman mendalam itu kita dapatkan ketika kita mempraktekkannya, terjun ke lapangan. Menjadi Humas adalah tanggung jawab kita semua. Budaya silaturrahim gerakan perlu digalakkan. Budaya kreativitas pun perlu disemai. Semoga kelak publik akan mengetahui bahwa Dakwah Islam inilah yang akan menyelamatkan bangsa dan dunia kita. Allahu a’lam

1 komentar:

ENDIN SURYA SOLEHUDIN mengatakan...

Assalamu'alaikum Akhie Kabir
kaifa haluka...?
Semoga masih ingat akan DM II Tasikmalaya....
menyikapi adanya konsep ''Memahami pluralitas dan multikulturalisme'' dalam Fiqih Humas Gerakan, adakalanya yang menjadi masalah adalah dikala pluralitas dimaknai sebagai sesuatu konsep efek negatif yang pada akhirnya dimaknai sebagai suatu wacana keterjebakan yang mesti diwaspadai dan dihindari, padahal kalaulah boleh difahami pluralitas disini dimaksudkan sebagai sarana tranformasi gerakan kearah addienu al-yusru (agama itu menghendaki kemudahan)sehingga gerak langkah akan menjadi mudah dan mengarah(begitu hemat Ana). Namun entah apa yang difahami oleh sebagian gerakan''...''sehingga konsep pluralitas kadang tetap saja dimaknai sebagai sesuatu yang mesti diwaspadai. Mengenai hal tersebut sekiranya tidak keberatan Ana berharap Akhi Kabir bisa memberikan sebuah penjelasan wacana mengenai hal tersebut kaitannya dengan pola gerakan mahasiswa ''...muslim...''yang masih terjebak oleh dogma-dogma seperti itu. Afwan Jiddan Wa Syukron
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh